Seorang lelaki bergegas masuk ke dalam sebuah toilet di kawasan objek wisata. Langkahnya besar dan cepat. Peluhnya bercucuran. Tak sampai semenit, lelaki itu keluar dari toilet, wajahnya masam sambil memegang perutnya.
Beberapa menit kemudian, giliran wanita muda berparas cantik yang masuk ke dalam toilet itu. Di tangan kirinya memegang tisu. Sedangkan tangan kanannya menenteng tas. Langkahnya juga cepat. Namun tak lama di dalam toilet, wanita itu keluar sambil mengomel. “Jorok sekali, bagaimana mau buang hajat,”katanya dengan kesal.
Penulis pun tergerak hati untuk masuk ke dalam toilet. Toilet yang berada di dalam destinasi wisata itu letaknya memang cukup strategis. Ketika memasuki toilet, bau pesing sudah menyengat. Lantai berkeramik putih sudah hitam karena tak dibersihkan. Beberapa toilet mampet. Jaring laba-laba pun menggantung di sudut ruangan.
“Begitulah kondisinya, tak terawat dan tidak ada yang menunggui,” kata salah seorang warga yang berdomisili di objek wisata tersebut.
Kata toilet sebenarnya berasal dari bahasa Perancis, yakni ‘toilette’ atau ruang ganti. Bagi kita di Indonesia, toilet disebut juga dengan WC atau wadah tempat orang membuang hajat kecil maupun hajat besar. Memperhalus kata WC atau toilet, kita kerap menyebutnya dengan kamar kecil.
Toilet merupakan wadah yang tidak boleh absen. Dimanapun berada, toilet menjadi tempat “mengadu” bagi siapa saja yang ingin membuang hajat. Keberadaanya penting. Karena saat ini, toilet merupakan salah satu item penilaian kepada seseorang. Mereka yang rumahnya memiliki toilet yang bersih dan terawat, akan mencerminkan dirinya sama, bersih dan terawat juga.
Dalam sejarahnya, sebelum hadirnya toilet di rumah-rumah, manusia membuang hajatnya ke sungai. Tak jarang yang menanamnya di tanah. Bahkan ada yang membuangnya ke dalam hutan.
Waktu berputar, zaman beredar. Di abad 16, manusia mulai memahami pentingnya sanitasi. Karena sanitasi akan berdampak kepada kesehatan dan kebersihan. Sejak saat itu, pemerintah menganjurkan warganya untuk membangun toilet di rumah dan tempat umum lainnya. Sejak itu pula, warga berlomba-lomba menjadikan toilet sebagai tempat yang bersih dan nyaman.
Sebenarnya, toilet tidak saja untuk tempat membuang hajat. Akan tetapi cukup banyak fungsi yang bisa dilakukan di dalamnya. Di dalam toilet kita dapat berias diri, membersihkan wajah dan tangan, dan lainnya. Tentunya, toilet mesti bersih dan nyaman.
Kebersihan toilet tidak saja dengan membersihkan setiap jengkal lantai. Akan tetapi, ruangan yang wangi dan terang akan membuat siapa saja yang masuk menjadi merasa bahwa ruangan toilet sama bersih dengan ruangan lain. Sehingga dikotomi toilet itu jorok akan berubah. Toilet sudah menjadi tempat yang bersih.
Data yang dilansir Kementerian Pekerjaan Umum RI, ukuran sebuah toilet tidak harus besar. Menurut standarnya, ruang untuk buang air besar berukuran panjang 80-90 cm, lebar 150-160 cm, dan tinggi 220-240 cm. Sedangkan ruang untuk buang air kecil dengan lebar 70-80 cm dan tinggi 40-45 cm. Sirkulasi udaranya juga mesti terjaga baik dengan kelembaban udara 40-50 % dan suhu normal toilet 20-27 derajat celcius.
Ukuran ruangan yang tak cukup besar itu sebenarnya cukup mudah dibersihkan. Perawatannya juga dilakukan oleh siapa saja yang menggunakannya. Seperti contoh, penggunaan toilet duduk. Toilet duduk kerap digunakan sembarangan. Banyak yang jongkok di atas toilet duduk. Hal ini mengakibatkan toilet mudah rusak dan hancur. Karena itu, budaya duduk di kloset duduk mesti dibiasakan. Bagi yang tak terbiasa, pemilik toilet mesti menyediakan toilet jongkok.
Selain itu penggunaan tisu toilet juga mesti dibudayakan dengan sangat baik. Saat ini banyak dijual tisu yang mudah hancur oleh air. Penggunaan tisu mudah hancur ini akan terbilang baik jika digunakan di tiap toilet. Sehingga tisu dapat dibuang melalui lubang pembuangan bersama kotoran. Sedangkan tempat sampah hanya digunakan untuk membuang pembalut wanita dan popok bayi.
Wastafel juga mesti ada di sebuah toilet. Gunanya bermacam. Utamanya untuk membersihkan diri dan tangan usai keluar dari tempat buang hajat. Di atas wastafel ditaruh sabun cair. Kran air tanpa sentuh menjadi pilihan agar tangan tetap bersih dan terjauh dari virus.
Di era digital saat ini, keberadaan toilet umum tidak lagi menjadi tempat buang hajat. Di beberapa tempat, toilet sudah menjadi ruang publik yang nyaman. Pemilik toilet menyediakan wifi gratis. Siapa saja dapat berselancar di dunia maya sambil buang hajat. Bahkan, di beberapa tempat, pemilik toilet menaruh mesin ATM, memasang televisi, vinding machine yang menjual beragam minuman, serta menyediakan ruang khusus bayi.
Menjadikan toilet sebagai ruang publik yang nyaman memang sudah menjadi keharusan. Dan hal penting yang tak terlupakan yakni keberadaan toilet yang ramah penyandang disabilitas. Mereka yang berkebutuhan khusus akan merasa nyaman dengan fasilitas penunjang yang terlengkapi.
Jika sudah begini, tentu saja toilet menjadi tempat yang nyaman saat berkunjung ke suatu tempat. Sudah seharusnya Sumatera Barat memiliki toilet yang benar-benar layak, sehat dan nyaman. Apalagi Sumatera Barat dikenal sebagai daerah yang kental dengan keagamaannya. Orang Minang itu Islam. Umat Islam itu bersih. Mari biasakan untuk tidak merepotkan orang lain ketika keluar masuk toilet, serta tidak mengotori tempat yang akan digunakan oleh orang lain. Karena toilet, kita punya, kita bertanggungjawab.(*)
Artikel ini ditulis oleh : Charlie Ch Legi, Wartwan Harian Singgalang, Juara 3 Lomba Karya Tulis Jurnalistik Gerakan Keluar Bersih