Jika Anda masuk ke toilet umum dan menemukan toilet dalam keadaan kotor, apa yang Anda rasakan? Sebaliknya, jika Anda masuk ke dalam toilet umum dan menemukan toilet dalam keadaan bersih dan siap pakai, apa pula yang Anda rasakan? Anda pilih yang mana?
Jika Anda masuk ke toilet umum dan menemukan toilet dalam keadaan kotor, apa yang Anda rasakan? Sebaliknya, jika Anda masuk ke dalam toilet umum dan menemukan toilet dalam keadaan bersih dan siap pakai, apa pula yang Anda rasakan? Anda pilih yang mana?
Bisa dipastikan Anda akan memilih yang kedua. Anda merasakan kenyamanan karena menemukan toilet dalam keadaan bersih dan siap digunakan, meski sedikit was-was mungkin masih tersisa. Berterimakasihlah kepada petugas cleaning services jika Anda menemukan situasi kedua, terutama jika Anda menggunakan toilet di tempat-tempat tertentu seperti hotel berbintang atau gedung pusat perkantoran berkelas.
Namun akan sangat sulit menemukan situasi kedua di toilet umum selain di hotel berbintang atau perkantoran berkelas dimaksud. Sebagian besar Anda akan menemukan keadaan pertama. Apalagi tempatnya tanpa petugas cleaning services. Kenapa demikian?
Perilaku Lama; Masuk Kotor Keluar Kotor
Jika kita perhatikan, penyebabnya adalah di tempat toilet umum yang demikian, Anda masuk ke toilet dalam keadaan toilet kotor. Dan ketika Anda keluar, toilet kembali Anda tinggalkan dalam keadaan kotor. Anda akan sangat keberatan untuk membersihkan toilet setelah Anda menggunakannya.
Bagaimana itu bisa terjadi? Karena kita terbiasa dengan perilaku bahwa kita akan melakukan sesuatu, hanya kalau memberi manfaat buat kita. Buat apa saya bersihkan toilet setelah saya gunakan kalau nanti justru orang lain yang akan menggunakannya dan menerima manfaatnya. Sedikit berfilsafat, tapi tingkat tinggi, karena kita terbiasa menerima, tidak memberi.
Lho.. urusan toilet bersih kok sampai merembet ke filsafat tingkat tinggi? Pembaca yang budiman. Ini adalah soal bagaimana kita melihat bahwa apa yang kita lakukan bisa bermanfaat bagi orang lain, tidak hanya buat kita sendiri. Apalagi bila itu bisa dilakukan tanpa energi atau usaha lebih. Hanya soal membalik paradigma kita. Dan kemudian mengubah perilaku atau kebiasaan kita.
Ini lagi. Kok paradigma? Ya. Ini soal paradigma. Atau mungkin lebih spesifik lagi, perilaku yang diturunkan dari paradigma atau pola pikir kita. Dan perilaku kita selama ini adalah karena kita menemukan toilet dalam keadaan kotor, wajar saja kalau kita tinggalkan juga dalam keadaan kotor. Kita membersihkan dulu sebelum menggunakan karena kita akan menggunakannya. Buat kepentingan kita. Namun setelah menggunakan, kita kembali meninggalkan toilet dalam keadaan kotor. Inilah perilaku kita selama ini. Benar bukan?
Perilaku Baru Tanpa Usaha Lebih; Masuk Bersih Keluar Bersih
Sekarang coba kita balik situasi atau perilaku masuk kotor keluar kotor itu. Kita mulai dengan perilaku baru – masuk bersih keluar bersih. Apakah ada usaha lebih yang harus kita lakukan sebagai pengguna toilet dengan perilaku baru ini? Saya pastikan, tidak. Mari kita ikuti ilustrasi contoh berikut ini.
Supaya relevan dengan apa yang akan disampaikan, kita coba bahas contoh dengan asumsi bahwa ini adalah soal toilet duduk lengkap dengan minimal tisu dan toilet shower. Boleh lebih, misalnya dengan cairan antiseptik. Atau lebih lagi, dengan air hangat dan fasilitas kenyamanan tingkat tinggi lainnya. Tapi yang minimal cukup, karena kita akan berbicara tentang toilet umum untuk semua kelas.
Masuklah ke toilet dan (misalnya) Anda mendapatkan toilet dalam keadaan kering, bersih dan siap pakai (nanti akan kita ketahui ini sebagai hasil paradigma atau perilaku baru), termasuk tisu yang ujungnya dilipat berbentuk segitiga sebagai bentuk pesan bahwa toilet sdh dibersihkan dan siap digunakan. Masuk bersih.
Silakan digunakan toilet. Namun setelah selesai, coba Anda bersihkan toiletnya. Anda pastikan toilet kembali dalam keadaan bersih sebagaimana Anda temukan saat masuk. Jaga keadaan kering dan bersih dan siap pakai. Anda lipat ujung tisu sebagai pesan bahwa toilet sudah bersih. Jika ada, sekalian usapkan tisu yang dibasahi antiseptik ke permukaan seat-bead toilet duduk. Selesai, dan cucilah tangan Anda. Keluar bersih.
Mari kita cermati. Dalam perilaku pertama – masuk kotor keluar kotor, apakah Anda melakukan aktifitas membersihkan toilet. Jawabnya iya. Mulai dari menyiram, mengelap pakai tisu, kemudian membersihkan dengan antiseptik kalau tersedia, sebelum menggunakan toilet.
Mari kita cermati. Dalam perilaku pertama – masuk kotor keluar kotor, apakah Anda melakukan aktifitas membersihkan toilet. Jawabnya iya. Mulai dari menyiram, mengelap pakai tisu, kemudian membersihkan dengan antiseptik kalau tersedia, sebelum menggunakan toilet. Lalu dalam perilaku kedua – masuk bersih keluar bersih, adakah aktifitas lebih yang Anda lakukan dibandingkan dengan perilaku pertama? Coba perhatikan. Tidak bukan? Ya. Tidak ada. Karena dalam perilaku masuk bersih keluar bersih, Anda melakukan aktifitas yang sama saja; menyiram dan mengelap, lalu membersihkan dengan antiseptik kalau tersedia, setelah menggunakan toilet.
Gerakan untuk mengubah perilaku ini bisa kita lakukan sehingga menjadi sesuatu yang inspiratif. Inspiratif maksudnya menginspirasi orang untuk bersedia melakukannya tanpa pamrih dan bahkan ingin melakukan lebih. Ini adalah gerakan untuk mengubah perilaku, atau kebiasaan. Habits.
Bila Anda adalah generasi baby boomer, atau gen-x di Indonesia, Anda mungkin masih ingat bagaimana gerakan sanitasi atau jamban keluarga diperkenalkan. Pantai Kata di Pariaman Sumatera Barat dulu terkenal sebagai pantai toilet terpanjang karena digunakan untuk buang hajat oleh penduduk. Dan itu berhasil diubah dan menjadi program iconic di zamannya. Juga bagaimana gerakan tidak buang sampah sembarangan diperkenalkan. Ada lagi gerakan program kali bersih atau prokasih yang terkenal itu. Di sebuah daerah di Indonesia ada program kampanye agar tidak meludahkan sirih sembarangan. Di tingkat negara, Tiongkok bahkan juga pernah melakukan gerakan perubahan untuk tidak meludah sembarangan, yang di-trigger oleh keinginan untuk menjadi tuan rumah yang berhasil dalam Olimpiade Beijing tahun 2008. Dan banyak program lainnya yang pada intinya adalah mengubah perilaku dan atau kebiasaan orang dan atau masyarakat. Program semacam ini memang tidak mudah dan butuh waktu. Banyak yang berhasil dan ada juga yang masih belum tuntas sampai sekarang. Contohnya, ya program kali bersih – atau prokasih – itu. Pak Emil Salim, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup di era kabinet Pembangunan Presiden Soeharto sebagai salah satu pelopornya masih ada dan sehat walafiat. Belum lama ini, Andrinov Chaniago, mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional menginisiasi reaktualisasi program semacam itu di Padang dan mendapat response yang signifikan. Memang diperlukan kesinambungan yang mestinya ditopang oleh institusionalisasi program dan komitmen dari pemangku kepentingan.
Disamping itu, berdasarkan riset pengetahuan, ada dua hal yang diperlukan dalam melakukan transformasi termasuk perubahan perilaku semacam ini yaitu role model dan insentif. Untuk yang pertama, teori manajemen mengatakan bahwa perubahan akan lebih efektif apabila diendorse oleh role model. Bahasa kitanya teladan. Sedangkan yang kedua – insentif – adalah manfaat apa yang akan diperoleh oleh masyarakat secara individual dan komunal dengan melakukan transformasi atau perubahan perilaku. Singkatnya, untuk apa dan untuk siapa?
Banyak yang menggembar-gemborkan bahwa Indonesia menargetkan untuk menjadi salah satu destinasi wisata utama dan unggul di dunia. Kebersihan akan menjadi salah satu hal yang memberi kenyamanan kepada wisatawan. Termasuk kebersihan toilet tentunya. Jadi, gerakan toilet bersih ini akan memberi insentif buat wisatawan karena sangat sering didengungkan bahwa Indonesia punya begitu banyak destinasi wisata unggul di dunia.
Tapi tunggu dulu. Sebetulnya manfaat yang terpenting justru bukan untuk wisatawan, tapi untuk kita sendiri. Bayangkan bahwa jika gerakan toilet bersih – masuk bersih keluar bersih – ini berjalan dengan baik, maka kita akan selalu menemukan toilet dalam keadaan bersih dan siap digunakan. Tentu tidak juga akan ideal sampai zero dirty. Lalu, jika target kunjungan wisatawan multinasional kita adalah 10 juta orang per tahun misalnya, maka itu hanya seperduapuluh lima dari jumlah penduduk kita. Ya, pastinya gerakan toilet bersih ini untuk kita. Insentifnya buat kita. Dan wisatawan hanya sebagian kecil penikmatnya, yang kemudian akan menceritakan kepada calon wisatawan lainnya. Seperti moto restoran Padang – bila Anda puas ceritakan ke teman Anda, bila Anda tidak puas, sampaikan kepada kami. Dan manfaatnya kembali buat kita.
Gerakan Keluar Bersih
Bila Anda adalah traveler dengan pesawat udara, mungkin Anda pernah melihat di toilet pesawat udara kata-kata semacam ini: “As a courtesy to the next passanger, please wipe out the washbasin after use”. Ini untuk kebersihan wastafel. Saya artikan sedikit: “Sebagai rasa hormat kepada penumpang berikutnya, harap bersihkan wastafel setelah digunakan”. Kalimat saya mungkin tidak terlalu persis, karena saya juga tidak mencatatnya. Dan tidak menunggu membuat tulisan ini sampai saya terbang dan menggunakan toilet di pesawat udara. Namun pesan yang disampaikan mirip dengan perilaku kedua yang kita maksud – masuk bersih keluar bersih.
Tapi itu adalah pesan di pesawat udara. Dampaknya ya hanya kalau Anda di pesawat udara. Mungkin sedikit berdampak pada Anda yang sering bepergian dengan pesawat udara. Bahkan banyak juga yang tidak terdampak oleh pesan itu, baik ketika menggunakan toilet di pesawat udara apalagi di luar pesawat udara. Kenapa?
Jawabannya menurut hemat saya adalah karena itu tidak dilakukan sebagai sebuah gerakan. Tidak di-endorse oleh role model pemberi teladan dan insentifnya tidak dikampanyekan secara luas, bahwa kita akan menjadi penikmat utama bila program ini berhasil dilaksanakan. Jadi ia tinggal menjadi sebuah pengumuman saja yang ditempel di kaca di atas wastafel di toilet pesawat udara.
Jadi, untuk membangun perilaku baru dalam menggunakan toilet, sekalian termasuk wastafel tentunya,mari kita lakukan dengan sebuah gerakan masif, terencana dan terarah. Gerakan Toilet Bersih – Masuk Bersih Keluar Bersih. Memang, mungkin akan memakan waktu yang panjang, atau mungkin bisa saja cepat dengan dukungan kemudahan penyebaran informasi dan kemudahan penggalangan dalam era informasi sekarang ini. Tidak mudah memang. Dan jelas akan memakan waktu. Tapi langkah harus dimulai. Sekarang. Ayo!*
*Ditulis Oleh Ir. Surya Triharto, MT, MBA., Ketua Dewan Pembina Yayasan KATEDA