Hubungan Penurunan Kualitas Pendidikan Akibat Buruknya Fasilitas Sanitasi Toillet di Sekolah
“Ia mencintai toilet lebih dari bagian-bagian lain rumahnya. Ruang tamu boleh kelihatan suram, ruang tidur boleh sedikit berantakan, ruang keluarga boleh agak acak-acakan, tapi toilet harus dijaga betul keindahan dan kenyamanannya. Toilet adalah cermin jiwa, ruang suci, tempat merayakan yang serba sakral dan serba misteri…’’ begitulah Joko Pinurbo bercerita tentang makna toilet dalam puisinya yang penuh makna.
Berdasarkan data dari Asosiasi Toilet Indonesia, Indonesia merupakan negara dengan peringkat terburuk ketiga di bawah China dan India untuk masalah toilet di dunia. (suaramerdeka.com diakses pada 31 Agustus 2022). Hal ini diperkuat oleh data dari Unicef yang menyatakan bahwa 25 juta orang di Indonesia tidak menggunakan toilet dan buang air besar di tempat terbuka, seperti ladang, semak, hutan, jalan, parit, sungai, atau ruang terbuka lainnya. Selain menurunkan martabat manusia, kebiasaan tersebut juga berisiko terhadap kesehatan masyarakat dan anak-anak. Seperempat dari total jumlah anak di bawah usia 5 tahun menderita diare yang notabene-nya merupakan penyebab utama kematian anak di Indonesia (unicef.org diakses pada 31 Agustus 2022).
Bukan hanya ketersediaan toilet, fasilitas yang buruk juga menjadi permasalahan besar di lingkungan masyarakat, salah satunya di lingkungan sekolah. Berdasarkan data dari WaterAid, ada 1 dari 3 sekolah tidak memiliki akses toilet yang layak. Hal ini dapat menempatkan siswa pada risiko penyakit diare dan penyakit berbahaya lainnya yang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk. Menurut data profil sanitasi sekolah 2017 oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, menunjukkan 12,09 persen sekolah di Indonesia tidak memiliki jamban, 35,19% sekolah di Indonesia tidak ada sarana cuci tangan, dan 1 dari 2 sekolah tidak memiliki jamban yang terpisah antara siswa laki- laki dan perempuan dengan rasio 1:22 untuk siswa laki-laki dan 1:117 untuk siswa perempuan. Angka tersebut masih belum memenuhi ideal yang seharusnya, yaitu 1:40 untuk siswa laki-laki dan 1:25 untuk siswa perempuan. Lingkungan yang memiliki fungsi untuk mencerdaskan anak bangsa seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam pemenuhan fasilitas sanitasi yang layak untuk menghindari risiko terkena penyakit berbahaya dan mematikan.
Selain risiko terkena penyakit berbahaya, kegiatan pembelajaran di sekolah juga menjadi terganggu akibat sanitasi toilet yang buruk. Misalnya siswa lebih memilih menahan untuk buang air dibanding ke toilet dengan fasilitas yang buruk, siswi perempuan yang memilih tidak sekolah ketika menstruasi atau jarang mengganti pembalut ketika menstruasi di sekolah karena kondisi sanitasi toilet yang buruk, dan sebagainya. Hal tersebut sangat mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan tingkat prestasi anak akibat gangguan kesehatan dan mental yang disebabkan oleh buruknya fasilitas toilet di sekolah.
Untuk dapat meningkatkan kualitas sanitasi toilet di sekolah, tentu harus dipahami berbagai hal yang dapat menyebabkan masih buruknya sanitasi toilet di sekolah. Berdasarkan hemat penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan buruknya sanitasi toilet di sekolah, yaitu fasilitas
yang disediakan dari pihak sekolah sebagai fasilitator tidak memenuhi standar toilet yang seharusnya di sekolah, misalnya minimnya ketersediaan air bersih, tidak ada petugas kebersihan toilet atau toilet jarang dibersihkan, dan minimnya kesadaran fasilitator tentang pentingnya sanitasi toilet di sekolah. Selain itu, kesadaran para siswa dalam menerapkan perilaku keluar bersih dari toilet masih sangat minim, sehingga kondisi toilet kotor ketika selesai digunakan.
Centang Aktivitas Kebersihan Tolilet: Strategi Penerapan Perilaku Keluar Bersih dari Toilet pada Anak di Sekolah
Agar para siswa terhindar dari penyakit dan proses pembelajaran tetap terlaksana dengan baik, diperlukan solusi yang dapat meningkatkan sanitasi toilet yang layak di sekolah. Oleh karena itu, penulis mengajukan sebuah gagasan yang berjudul “Centang Aktivitas Kebersihan Tolilet: Strategi Penerapan Perilaku Keluar Bersih dari Toilet pada Anak dengan Sistem Penyesuaian berdasarkan Lingkungan dan Fasilitas”.
Kebiasaan yang baik harus ditanamkan sejak dini, bahkan seharusnya dimulai dari rumah pendidikan pertama anak, yaitu orang tua. Namun bukan berarti suatu kebiasaan tidak dapat ditanamkan pada anak ketika sudah mulai bertumbuh dan mengenal lingkungan selain orang tua. Lingkungan sekolah juga menjadi sarana bagi anak untuk menanamkan perilaku positif selain menimba ilmu pengetahuan. Dikutip dari sains.kompas.com, para peneliti menemukan variasi waktu untuk menerapkan suatu kebiasaan baru tergantung masing-masing individu, yaitu antara 18 hingga 254 hari dengan rata-rata sekitar 66 hari. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dalam menanamkan suatu kebiasaan baru tidak bisa diperoleh dengan waktu yang singkat dan instan. Ini membutuhkan proses berulang untuk menjadi suatu perilaku.
Prinsip tersebut diterapkan pada gagasan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet, yaitu menerapkan perilaku keluar bersih dari toilet pada seluruh pengguna toilet di sekolah, khususnya pada siswa dan siswi. Dengan metode latihan yang berulang dengan sistem yang telah disusun, Program Centang Aktivitas Kebersihan Toilet diharapkan mampu meningkatkan kesadaran perilaku keluar bersih dari toilet pada anak di sekolah.
Program Centang Aktivitas Kebersihan Toilet memiliki beberapa aktivitas yang penting dalam pelaksaannya:
- To do list: merupakan aktivitas pencatatan hal-hal yang wajib dilakukan ketika sebelum dan sesudah menggunakan toilet. Berbentuk buku dan daftar aktivitas yang hanya tinggal dicentang dan diisi waktu penggunaan toilet. Buku ini nantinya disetorkan kepada guru sebagai pengarah dan pengawas di waktu tertentu yang telah disepakati, misalnya ketika izin dan setelah dari toilet di jam pelajaran. Siswa juga dapat melaporkan ketika ada hal yang tidak sesuai dengan aktivitas keluar bersih dari toilet di buku tersebut sebelum menggunakan toilet. Dengan pencatatan waktu dan centang kewajiban tersebut diharapkan dapat mengarahkan siswa menerapkan perilaku keluar bersih dari toilet.
- Perumusan Standar Operasional dan Pelatihan Pengawas: merupakan aktivitas menentukan standar operasional dalam pelaksanaan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet, termasuk merumuskan kegiatan yang ada dalam to do list disesuaikan dengan fasilitas dan lingkungan toilet di sekolah. Selain itu, perlu pelatihan pengawas agar dapat mengarahkan dan mengawasi siswa dalam melaksanakan Program Centang Kebersihan Toilet.
- Pengadaan Fasilitas Toilet yang Sesuai Standar di Sekolah: merupakan pengadaan fasilitas toilet yang sesuai standar untuk mendukung penerapan Centang Aktivtias Kebersihan Toilet.
- Promosi: merupakan aktivitas promosi tentang kesadaaran penerapan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet melalui berbagai media, misalnya pentas seni, film pendek, animasi, perlombaan, karya tulis, konten sosial media, dan lain-lain.
Untuk dapat mewujudkan program ini, penulis melakukan analisis pemangku kebijakan melalui matriks stakeholder analysis di bawah ini:
Tabel 1 Matrix Stakeholder Analysis Program Centang Aktivitas Kebersihan Toilet
High Power | Low Power | |
High Interest | Pemerintah dan Dinas Terkait: a.Kepentingan politik | Swasta: a. Ingin mengenalkan perusahaannya (branding) b. Memberi bantuan melalui CSR |
Low Interest | Pemerintah dan Dinas Terkait: a. Perizinan b. Pembiayaan c. Pelatihan Guru: a. Pengajaran b. Pengawasan Yayasan Kateda: a. Penyuluhan b. Pengawasan | Siswa dan Siswi: Kemauan untuk menerapkan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet |
Untuk mewujudkan program ini, tentunya diperlukan peranan dari berbagai stakeholder dalam melaksanakannya. Berikut adalah penjelasan dari matrix stakeholder analysis:
- Low Power – Low Interest: Monitor
Stakeholder yang ada pada posisi ini adalah siswa dan siswi yang memiliki kemauan untuk melaksanakan program Centang Aktivitas Kebersihan Toilet. Para siswa dan siswi akan diawasi dan diarahkan dalam prakteknya oleh guru dan para penyuluh
2. High Power – Low Interest: Keep Satisfied
Stakeholder yang ada pada posisi ini adalah:
- Pemerintah dan dinas terkait yang memiliki peran mengeluarkan peraturan dan perizinan yang mendukung pelaksanaan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet di sekolah, mengeluarkan dana pembiayaan untuk penyediaan fasilitas toilet yang sesuai standar dan tenaga kebersihan, dan pelatihan bagi guru untuk menerapkan kurikulum Centang Aktivitas Kebersihan Toilet.
- Guru yang memiliki fungsi pengajaran dan pengawasan siswa dan siswi dalam menerapkan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet.
- Yayasan Kateda yang memiliki fungsi melakukan penyuluhan dan pengawasan terkait Gerakan Keluar Bersih dari Toilet terhadap guru dan siswa di sekolah-sekolah.
3. High Interest – Low Power: Keep Informed
Stakeholder yang ada pada posisi ini adalah pihak swasta yang bekerja sama dengan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas toilet yang sesuai standar. Mereka memiliki kepentingan dalam branding perusahaan dan menjalankan program CSR. Misalnya perusahaan cat untuk menciptakan toilet yang lebih berwarna di sekolah.
4. High Interest – High Power: Managed Closely
Stakeholder yang ada pada posisi ini adalah pemerintah dan dinas terkait yang berwenang mengambil keputusan dalam pelaksanaan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet sebagai bagian dari fungsi dan kepentingan politik yang dimiliki.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program tentunya membutuhkan waktu dan KPI (Key Performance Indicator) yang berdasarkan tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang serta indikator pencapaian dari program tersebut. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya Centang Aktivitas Kebersihan Toilet juga perlu diawasi dan dievaluasi berdasarkan tujuan dan KPI yang diterapkan.
Dengan penerapan Centang Aktivitas Kebersihan Toilet diharapkan dapat menjadi strategi dalam penerapan perilaku keluar bersih dari toilet pada anak di lingkungan sekolah demi terwujudnya sanitasi toilet yang layak dan peningkatan kualitas pendidikan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Indonesia menempati peringkat ketiga terburuk di bawah China dan India dalam masalah toilet di dunia, salah satu permasalahan toilet yang dihadapi Indonesia adalah di tingkat sekolah. Fasilitas toilet yang buruk dapat menyebabkan penurunan kualitas pendidikan akibat masalah kesehatan dan mental yang dialami siswa. Banyak faktor yang dapat menyebabkan buruknya fasilitas toilet, di antaranya fasilitas yang disediakan dari pihak sekolah sebagai fasilitator tidak memenuhi standar toilet yang seharusnya di sekolah, misalnya minimnya ketersediaan air bersih, tidak ada petugas kebersihan toilet atau toilet jarang dibersihkan, dan minimnya kesadaran fasilitator tentang pentingnya sanitasi toilet di sekolah. Selain itu, kesadaran para siswa dalam menerapkan perilaku keluar bersih dari toilet masih sangat minim, sehingga kondisi toilet kotor ketika selesai digunakan. Oleh karena itu, dibutuhkan program penyediaan toilet yang sesuai standar dan kegiatan yang dapat menanamkan perilaku keluar bersih dari toilet, yaitu melalui penerapan Program Centang Aktivitas Kebersihan Toilet.
Rekomendasi dari penulis adalah :
- Penelitian lebih lanjut tentang berbagai tipe aktivitas keluar bersih toilet berdasarkan fasilitas toilet dan lingkungannya
- Evaluasi secara berkala
Ditulis oleh : Agung Widyo Prayoga, Juara 1 Lomba Karya Essai Gerakan Keluar Bersih